Sabtu, 21 Juli 2012

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)


PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)
Laporan Ini Diajukan Sebagai
Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan
Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

AFIS









Oleh :
SAMUEL
NIM  09.3.025

AKADEMI FISIOTERAPI
 WIDYA HUSADA
SEMARANG
2012


BAB I
PATOLOGI

A.  Definisi
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) didefinisikan sebagai penyakit yang dikarakterisir oleh adanya obstruksi saluran pernafasan yang tidak reversibel sepenuhnya. Sumbatan aliran udara ini umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (WHO,2006)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan PPOK adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale. (Smeltzer 2001)

B.  Etiologi
Ada beberapa faktor risiko utama berkembangnya penyakit ini, yang dibedakan menjadi faktor paparan lingkungan dan faktor host. Beberapa faktor paparan lingkungan antara lain adalah:
1.  Merokok
Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK, dengan resiko 30 kali lebih besar pada perokok dibanding dengan bukan perokok, dan merupakan penyebab dari 85-90% kasus PPOK. Kurang lebih 15-20% perokok akan mengalami PPOK. Kematian akibat PPOK terkait dengan banyaknya rokok yang dihisap, umur mulai merokok, dan status merokok yang terakhir saat PPOK berkembang. Namun demikian, tidak semua penderita PPOK adalah perokok. 10% orang yang tidak merokok juga mungkin menderita PPOK. Perokok pasif (tidak merokok tetapi sering terkena asap rokok) juga berisiko menderita PPOK.


2.  Pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan keramik yang terpapar debu silika, atau pekerja yang terpapar debu katun, debu gandum, dan debu asbes, mempunyai risiko yang lebih besar daripada yang bekerja di tempat selain yang disebutkan di atas.
3.  Polusi udara
Pasien yang mempunyai gangguan paru akan semakin memburuk gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari asap dapur, asap pabrik, dll.
            Sedangkan risiko yang berasal dari host/pasiennya antara lain adalah:
1.  Usia
Semakin bertambah usia semakin besar risiko menderita PPOK. Pada pasien yang didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan besar dia menderita gangguan genetik berupa defisiensi α1 antitripsin. Namun kejadian ini hanya dialami < 1% pasien PPOK.
2.  Jenis kelamin
Laki-laki lebih berisiko terkena PPOK daripada wanita, mungkin ini terkait dengan kebiasaan merokok pada pria. Namun ada kecenderungan peningkatan prevalensi PPOK pada wanita karena meningkatnya jumlah wanita yang merokok.
3.  Adanya gangguan fungsi paru
Adanya gangguan fungsi paru-paru merupakan faktor risiko terjadinya PPOK, misalnya defisiensi Immunoglobulin A (IgA/hypogammaglobulin) atau infeksi pada masa kanak-kanak seperti TBC dan bronkiektasis. Individu dengan gangguan fungsi paru-paru mengalami penurunan fungsi paru-parulebih besar sejalan dengan waktu daripada yang fungsi parunya normal, sehingga lebih berisiko terhadap berkembangnya PPOK. Termasuk di dalamnya adalah orang yang pertumbuhan parunya tidak normal karena lahir dengan berat badan rendah, ia memiliki risiko lebih besar untuk mengalami PPOK.


C.  Patofisiologi
Penyempitan saluran pernafasan terjadi pada bronkitis kronik maupun pada emfisema paru. Bila sudah timbul gejala sesak, biasanya sudah dapat dibuktikan adanya tanda-tanda obstruksi. Pada bronkitis kronik sesak nafas terutama disebabkan karena perubahan pada saluran pernafaasan kecil, yang diameternya kurang dari 2 mm, menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan kadang terjadi obliterasai.
Penyempitan lumen terjadi juga oleh metaplasia sel goblet. Saluran pernafasan besar juga berubah. Timbul terutama karena hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus, sehingga saluran pernafasan lebih menyempit. Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernafasan bagian bawah paru akan tertutup. Pada penderita emfisema paru dan bronchitis kronik, saluran-saluran pernafasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak tertutup. Akibat cepatnya saluran pernafasan menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung dari kerusakannya, dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/ tidak ada, akan tetapi perfusi baik. sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah alveoli, tidak sama dan merata. Timbul hipoksia dan sesak nafas. Lebih jauh lagi hipoksia alveoli menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan polisitemia. terjadi HT pulmonal, yang dalam jangka lama dapat timbulkan kor pulmonal.
D. Manifestasi klinis
1.  Batuk produkti
           Batuk produktif ini disebabkan oleh inflamasi dan produksi mukusyang berlebihan di saluran nafas.
2.  Dispnea
           Terjadi secara bertahap dan biasanya disadari saat beraktivitas fisik.      Berhubungan dengan menurunnya fungsi paru-paru dan tidak selalu berhubungan dengan rendahnya kadar oksigen di udara.
3.  Batuk kronik 
           Batuk kronis umumnya diawali dengan batuk yang hanya terjadi pada   pagi hari saja kemudian berkembang menjadi batuk yang terjadi sepanjanghari. Batuk biasanya dengan pengeluaran sputum dalam            jumlah kecil(<60ml/hari) dan sputum biasanya jernih atau keputihan.      Produksi sputum berkurang ketika pasien berhenti merokok   (GOLD,2005)
4.   Mengi, Terjadi karena obstruksi saluran nafas
5.  Berkurangnya berat badan
           Pasien dengan PPOM yang parah membutuhkan kalori yang     lebih besar       hanya untuk bernapas saja. Selain itu pasien juga            mengalamikesulitan bernafas pada saat makan sehingga nafsu      makan berkurangdan pasien tidak mendapat asupan kalori yang           cukup untuk mengganti kalori yang terpakai.Hal tersebut     mengakibatkan berkurangnya berat badan pasien.
6.  Edema pada tubuh bagian bawah
Pada kasus CPOD yang parah, tekanan arteri pulmonary meningkatdan ventrikel kanan tidak berkontraksi dengan baik. Ketika jantung tidak mampu memompa cukup darah ke ginjal dan hati akan timbul edema padakaki, kaki bagian bawah, dan telapak kaki. Kondisi ini juga dapatmenyebabkan edema pada hati atau terjadinya penimbunan cairan pada abdomen (acites)

E.    Problematika Fisioterapi
        Permasalahan fisioterapi pada pasien ini adalah sebagai berikut :
1.Adanya sesak nafas
2.Adanya batuk dengan sputum yang sulit keluar
3.Spasme otot- otot bantu pernafasan
4.Penurunan ekspansi sangkar Thorak
5.Penurunan toleransi aktifitas

BAB II
LAPORAN PELAKSANAAN PRAKTEK KOMPREHENSIF

A. Keterangan Umum Penderita
Nama                    : I. S
Umur                     : 72 Th
Jenis Kelamin       : Laki-laki
Agama                  : Islam
Pekerjaan             : Pensiunan PNS
Alamat                   :  Lamper Lor Semarang Selatan, Kodia Semarang.

B. Segi Fisioterapi
1.    Anamesis ( Auto)
a)    Keluhan Utama :
                  Adanya Sesak nafas, Batuk dengan dahak yang sulit     dikeluarkan
b)    Tempat keluhan    : Pada dada pasien
c)    Waktu/Onset         : Malam hari dan cuaca dingin
d)    Penyebab keluhan : Tidak jelas penyebabnya, tp saat masih                                         bekerja pasien sering mengendarai                                               sepeda motor.
e)    Faktor yang memperberat atau memperingan keluhan :
Faktor yang memperberat, saat pasien melakukan aktivitas yang berat seperti mengangkat barang,cuaca dingin, dan jalan jauh.
Faktor yang memperingan, saat diistirahatkan pasien merasakan nyaman.
f)     Riwayat pengobatan :
± 3 Tahun  yang lalu pasien periksa di dokter spesialis penyakit dalam RSUP Dr. Kariadi dengan keluhan sesak napas dan batuk-batuk, disana diberikan obat-obatan inhalasi saat itu pasien mengkonsumsi obat selama 1 minggu,batuk hilang sementara setelah itu kambuh lagi saat ini pasien kontrol rutin tiap 6 bulan sekali. Pasien menjalani Fisioterapi ± 1 tahun yang lalu sampai saat ini pasien sudah merasakan ada perubahan dari sesak dan batuk sudah mulai berkurang.

2.    Pemeriksaan Fisik
a)    Tanda-Tanda Vital :
1.Tekanan darah             : 100/ 60 mmHg
2.Denyut nadi                  : 72 x / menit
3.Pernapasan                  : 22 x / menit
b)    Inspeksi :
                                Statis       :  wajah pasien sedikit pucat, pasien tampak                                                    tenang, Postur sedikit kyposis.
                                Dynamis :   pola napas abdominal, Saat berjalan pasien                                                  terlihat sedkit khyposis, base tungkai lebar          
c)    Palpasi :
(1)  Suhu pada dada dan punggung sama dengan suhu daerah lainnya.  
(2)  Spasme pada otot pembantu pernafasan , terutama
Upper trapezius, sternocleidomastoideus dan pectoralis mayor dan minor
d)    Auskultasi :
(1)     wheezing (+)
(2)     Ronchi (+) ( paru kiri,lobus bawah,segmen lateral )
e)    Gerakan Dasar :
(1) Gerak Aktif :
Pasien mampu melakukan gerakan respiratif yaitut inspirasi dan ekspirasi.
Rongga dada pasien mampu mengembang dan mengempis saat bernafas, namun kurang maksimal karena sesak nafas dan adanya spasme otot bantu pernafasan.
(2) Gerak Pasif : Tidak dilakukan
(3) Gerak Isometrik Melawan Tahanan : Tidak dilakukan

3.    Pemeriksaan Spesifik  (Ft D)
a)              Antropometri Sangkar Thorax
Titik pengukuran
Inspirasi
Exspirasi
selisih
Axilla
77 cm
76 cm
1 cm
Costa 4-5
75 cm
73 cm
2 cm
xyphoideus
70 cm
68 cm
2 cm

b)               Spirometri
Parameter
Measured
Pre # 1
% Pred
FVC
1.76
2.86
62
FEV1
1.48
2.19
68
FEV1/FVC
84.1
7.3
131

c)              Skala Borg nilai 3 (sedang)
Sesak Nafas
Keterangan
0
0,5
1
2
3
4
5
6
7
8
Tidak ada
sangat sangat ringan
Sangat ringan
Ringan
Sedang
Sedikit berat
Berat
Sangat berat
Sangat-sangat berat
maksimal










d)              Auskultasi
(1) Wheezing (+)
(2) Ronchi (+), (Paru Kiri Lobus bawah segmen lateral                                   Basal)
e)              Pola pernapasan : Pernapasan Diafragma
4.    Diagnosis Fisioterapi
a)    Impairment :
(1)         Adanya keluhan sesak nafas
(2)         Adanya batuk disertai dahak sulit keluar
(3)   Adanya spasme otot pernapasan
(4)         Penurunan Expansi Thorak
b)    Fungsional limitation :
(5)  Toleransi aktivitas fungsional menurun karena pasien mengalami sesak nafas
5.    Program / Rencana Fisioterapi
a)  Tujuan Fisioterapi
(1)          Jangka pendek :
      Mengurangi sesak nafas
Membantu mengeluarkan sputum
Mengurangi spasme otot bantu pernpasan
Meningkatkan ekspansi sangkar thorak
Membantu mengeluarkan sputum
(2)          Jangka panjang :
Melanjutkan program jangka pendek
Meningkatkan aktivitas fungsional
b)  Modalitas Fisioterapi
(1)          Teknologi alternatif
a.   IR
b.   Breathing exercise
c.   Postural drainage
d.   Tapotement
e.   Batuk efektif
f.    Mobilisasi sangkar thorak
(2)          Modalitas terpilih :
a.    Infra Red.
Tujuan penyinaran untuk mendapatkan relaksasi lokal pada daerah dada dan punggung juga untuk memperbaiki sirkulasi darah (fasodilatasi pmbuluh darah).
b.    Breathing Exercise.
Latihan ini bertujuan untuk memperbaiki ventilasi udara, melatih pernafasan diafragma, memelihara elastisitas jaringan paru-paru dan menjaga expansi thorax.
c.    Postural Drinage
Merupakan suatu teknik untuk mengalirkan sekresi dari berbagai segmen menuju saluran nafas yang lebih besar, dengan menggunakan pengaruh gravitasi dan  pengaruh    posisi pasien yang sesuai dengan letak sputumnya. Sebelum dilakukan PD memperbanyak minum dahulu, ± 1 jam sebelum dilakukan PD.
d.    Tapotement
Tujuannya untuk memindahkan sputum ke cabang bronkus utama yang kemudian pasien disuruh untuk batuk.
e.    Batuk efektif
Batuk merupakan suatu gerakan reflek untuk mengeluarkan benda asing atau sputum dari dalam saluran pernafasan
f.     Terapi latihan (Mobilisasi sangkar Thorak)
Latihan ini meliputi gerakan-gerakan pada trunk dan anggota gerak atas,dapat  dilakukan  bersamaan  dengan  breathing  exercise. Sehingga otot-otot pernafasan dan otot bantunya yang mengalami ketegangan akan menjadi rilex

(3)          Edukasi :
1)  Pasien di anjurkan melanjutkan latihan nafas sendiri di rumah,
2)  Istirahat jika terjadi keluhan sesak nafas / nyeri dada saat sedang aktifitas,
3)  Pakai jaket bila udara dingin,
4)  Meminum air putih banyak dan hangat,
5)  menghindari asap rokok dan polusi,
6)  pasien diminta untuk menjaga kebersihan lingkungan.
(4)          Rencana Evaluasi :
1)  Expansi Sangkar Thorax Dengan Antopometri
2)  Derajat Sesak Nafas Dengan Skala Borg
3)  Uji Faal Paru Dengan Spirometri
4)  Auskultasi dengan Stethoscope

C. Pelaksanaan Fisioterapi :
1)            Infra Merah
         Persiapan Alat              : Siapkan alat kemudian cek keadaan                    lampu, cek kabel, ada yang terkelupas atau tidak.
         Persiapan Pasien         : Posisikan pasien senyaman mungkin, bebaskan area yang akan diterapi dari kain atau pakaian, sebelum diterapi kulit harus kering dan dilakukan tes sensibilitas terlebih dahulu serta berikan informasi yang jelas tentang tujuan terapi mengenai apa yang akan dirasakan dan apa yang tidak boleh dilakukan selama terapi.
   Pelaksanaan : Alat diatur sedemikian rupa, sehingga lampu sinar infra merah dapat menjangkau daerah dada dan punggung dengan jarak 30-45 cm. Posisi lampu sinar infra merah tegak lurus daerah yang akan diterapi. Setelah semuanya siap alat dihidupkan, kemudian atur waktu 10- 15 menit. Selama proses terapi berlangsung fisioterapi harus mengontrol rasa hangat yang diterima pasien, jika selama pengobatan rasa nyeri, pusing, ketegangan otot meningkat. Dosis harus dikurangi dengan menurunkan intensitasnya, dengan sedikit menjauhkan sinar infra merah. Hal ini berkaitan dengan adanya over dosis. Setelah proses terapi selesai matikan alat dan alat dirapikan seperti semula.




2)            Breathing Excercise
Persiapan Pasien      : pasien rileks, pasien duduk ditepi Bed
Pelaksanaan              : Pasien diinstruksikan untuk menarik nafas panjang melalui hidung dan mengeluarkannya secara pelan- pelan melalui mulut pengulangan 2-5 kali.
3)            Postural Drinage dan Tapotemen
Persiapan Alat              :  Bantal
Persiapan Pasien         : Pasien pada posisi gravitasi untuk memudahkan pengeluaran sekret yaitu miring kekanan sedikit diganjal bantal bagian samping perut.
Pelaksanaan                   : Terapis melakukan tapotement pada daerah lateral costa kiri pasien dengan posisi tangan membentuk arcus gerakan fleksi ekstensi. Latihan dihentikan bila ada keluhan dari pasien seperti nyeri dada dan jantung berdebar.
4)            Mobilisasi Sangkat Torak
Persiapan Pasien          : Pasien tidur telentang
Pelaksanaan                   : Pasien diberi contoh oleh
Terapis kemudian disuruh untuk mengulanginya, pasin disuruh ambil nafas panjang melalui hidung bersamaan dengan itu pasien menggerakkan kedua lengannya keatas, kemudian             disuruh untuk menghembuskannya secara pelan-pelan melalui        mulut sambil kedua tangannya diturunkan. Ulangi 1-8 kali.
5)            Batuk Efektif
                        Persiapan Pasien      : Posisi pasien duduk ditepi bed
Pelaksanaan              : Tarik nafas pelan & dalam   dengan pernafasan diafragma, Tahan nafas 2 detik atau hitung sampai 2 hitungan Batukkan 2 kali dengan mulut sedikit terbuka. Batuk pertama akan melepaskan  secret atau mucus dari    tempatnya dan batuk kedua akan mendorong keluar mucus tersebut. Batuk yang efektif adalah yang bersuara “hollow “. Sebagian penderita harus didorong untuk berani batuk. Sugesti dapat diberikan dengan cara terapis batuk   mendahului penderita.


D. EVALUASI
1.    Expansi Sangkar Thorax Dengan Antopometri
Titik pengukuran
Inspirasi
Exspirasi
selisih
Axilla
78 cm
76 cm
2 cm
Costa 4-5
76 cm
73 cm
3 cm
xyphoideus
71 cm
68 cm
3 cm

2.    Derajat Sesak Nafas Dengan Skala Borg
Sesak Nafas
Keterangan
0
0,5
1
2
3
4
5
6
7
8
Tidak ada
sangat sangat ringan
Sangat ringan
Ringan
Sedang
Sedikit berat
Berat
Sangat berat
Sangat-sangat berat
maksimal









3.    Uji Faal Paru Dengan Spirometri ( Tidak dilakukan )
4.    Auskultasi dengan Stethoscope ( Bunyi Ronchi berkurang )

E.  HASIL TERAPI SESAAT :
                                1.    Sesak nafas sedikit bertambah
                                2.    Sputum sudah dapat dikeluarkan
                                3.    Spasme otot pernafasan sudah agak berkurang dan pasien merasa nyaman dari keadaan sebelumnya
                                4.    Peningkatan ekspansi sangkar thorax yang di dukung dengan mobilisasi sangkar thorak


BAB III
PENUTUP

A.   PEMBAHASAN
        PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) didefinisikan sebagai penyakit yang dikarakterisir oleh adanya obstruksi saluran pernafasan yang tidak reversibel sepenuhnya. Sumbatan aliran udara ini umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya.
        Dari proses pelaksanaan fisioterapi bahwa dalam mengurangi spasme, mengeluarkan sputum dan menmbah ekspansi sangkar Thorak dapat dilakukan dengan :
1.    Infra Merah, Mekanisme, Infra Merah menghasilkan Efek thermal kemudian terjadi  vasodilatasi pembuluh darah maka akan membuat rileksasi otot² bantu pernafasan menjadi baik dan sesak nafas berkurang
2.    Postural Drinage, Tapotement, Breathing Exercise,Batuk efektip, Latihan Mobilisasi Sangkar Thorak.
Adanya sputum dalam saluran pernafasan yang sulit keluar dan penurunan ekspansi sangkar thoraxs, dengan postural drinage maka akan mengalirkan sekresi dari berbagai segmen menuju saluaran nafas yang lebih besar kemudian lakukan tapotement untuk memindahkan sputum ke bronkus utama setelah itu berikan breathing excercise dan pasien disuruh batuk untuk mengeluarkan benda asing atau sputum dalam saluran nafas dan instruksikan kepada pasien untuk mengerakan anggota gerak atas kombinasikan dengan Breathing excercise maka ekspansi sangkar thorax akan bertambah.

B.   KESIMPULAN
        Untuk kesimpulan pasien atas nama I.S umur 72 tahun drngan diagnose PPOK dengan keluhan sesak dan batuk dengan dahak sulit dikeluarkan mempunyai beberapa permasalahan antara lain adanya sesak nafas, dahak yang sulit keluar, adanya spasme pada otot bantu pernafasan dan dan penurunan ekspansi sangkar thorak yang akhirnya menggangu aktivitas fungsional sehari- hari. Infra Merah, Breathing Exercise, Postural drainage, Tapotement, batuk efektif dan mobilisasi sangkar thorak mempunyai peran penting dalam mengatasi permasalahan fisioterapi tersebut.

C.   SARAN
1.    Fisioterapi
a)    Harus memahami dan mengerti tentang fisiologi pernapasan, sehingga mendapatkan hasil yang maximal dalam pemeriksaan dan pengobatan
b)    Dalam memberikan latihan sebaiknya dilakukan scara bertahap sesuai dengan toleransi pasien.
c)    Menambah pengetahuan agar dapat mengikuti perkembangan fisioterapi dan mempunyai pola fikir yang baik dalam melaksanakan peran dan fungsinya.
2.    Pasien
a)    Hendaknya pasien mau bekerja sama dengan terapis yaitu mau menghindari hal-hal yang dapat memperparah kondisi.
b)    Apabila dalam melakukan aktivitas merasa sesak nafas maka pasien segera untuk istirahat.
c)    Hendaknya pasien menghindari asap rokok atau merokok dan debu yang dapat menimbulkan sesak.
3.    Keluarga
a)    Menyarankan agar selalu memberikan dukungan mental kepada penderita, sehingga penderita mempunyai semangat dalam melakukan latihan dan pengobatan.
b)    Menganjurkan untuk menjaga kebersihan lingkungan setempat dari polusi
c)    Keluarga sebaiknya mengawasi semua aktivitas pasien agar tidak terjadi sesak nafas saat beraktivitas.

4.    Masyarakat
a)    Menyarankan kepada masyarakat untuk segera mungkin berobat jika terjadi keluhan seperti masalah diatas.
b)    Menyarankan kepada masyarakat untuk menjaga kebersihan dan tidak menimbulkan polusi udara.



DAFTAR PUSTAKA

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2005. Pocket        Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention. Dari   http//www.goldcopd.org. diambil juli 2012.
Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &   Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta:          EGC

 WHO.2006,COPD : Diagnosis and Classification of severity, diambil dari             http://www.who.int/entity/respiratory/copd/en. tanggal 11 Juli 2012



1 komentar: